Perjuangan Tokoh Daerah untuk Mengusir Penjajah Belanda
Tindakan Belanda yang sewenang-wenang terhadap rakyat menimbulkanperlawanan di berbagai daerah. Beberapa tokoh yang terkenal keberaniannyasebagai berikut.
a. Pattimura
Maluku merupakan kepulauan yang banyak menghasilkan rempah-rempah.Oleh karena itu, Belanda sudah lama ingin menguasai daerah tersebut. Tindakan Belanda di Maluku sangat sewenang-wenang. Mereka sering bertindak kasar dan melakukan pemaksaan dalam penjualan. Belanda juga mengatur harga dengan
kemauannya sendiri. Untuk memperkuat kedudukannya di Maluku, Belanda mendirikan benteng
Duurstede.
Melihat penderitaan rakyat Maluku, Pattimura atau Thomas Matulessi, menjadi tergugah hatinya.
Ia adalah orang Maluku asli yang menjadi tentara Belanda. Ia kemudian menghimpun kekuatan untuk
melawan Belanda. Pada 1817 Pattimura bersama dengan rakyat menyerang Benteng Duurstede. Semua teman Belanda dan residen Van den Berg beserta keluarganya terbunuh. Pertempuran akhirnya meluas ke
berbagai daerah. Dalam pertempuran itu rakyat Maluku berhasil menewaskan Mayor Beeces. Ia adalah pimpinan pasukan Belanda.
Belanda kemudian mencari bantuan ke Ambon dan Batavia sehingga kekuatan menjadi tidak seimbang. Pada pertengahan November 1817 Pattimura dan teman-teman tertangkap. Pada 16 Desember 1817, Pattimura menjalani hukuman gantung di Ambon.
b. Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro adalah putra Hamengku Buwono III. Pada saat tinggal di Tegalrejo, beliau
menyaksikan penderitaan rakyat. Belanda bertindak kejam kepada rakyat. Pangeran Diponegoro membenci
segala tindakan yang dilakukan Belanda tersebut. Timbullah perlawanan yang dikenal sebagai perang
Diponegoro.
Hal lain yang menjadi pemicu perang Diponegoro adalah patok dalam membuat jalan menuju Magelang.
Patok itu melewati makam leluhur Pangeran Diponegoro yang dilakukan tanpa perundingan dahulu. Oleh karena itu, Pangeran Diponegoro melarang pemasangan patok dan mempertahankan haknya. Residen Smissaert mengetahui hal itu. Ia menganggap hal itu sebagai tindakan pembangkangan.
Pada 20 Juli 1825, Pangeran Diponegoro beserta pengikutnya melawan Belanda. Mereka berjuang dengan taktik perang gerilya. Markas Diponegoro berpindahpindah, yaitu di Selarong, Pleret, Dekso, dan Pengasih. Pangeran Diponegoro pada mulanya dapat menguasai sebagian besar Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur.
Untuk mengalahkan Pangeran Diponegoro, Belanda menggunakan tipu muslihat. Pada 1827 Belanda menugaskan Jenderal Marcus de Kock untuk menumpas pasukan Diponegoro. Pangeran Diponegoro diundang untuk berunding di Magelang. Dalam perundingan itu, ia tiba-tiba ditangkap dan diasingkan ke
Manado. Kemudian dipindahkan ke Makassar sampai wafat pada 8 Januari 1855.
c. Imam Bonjol
Perlawanan terhadap Belanda juga berlangsung di Sumatera Barat. Perlawanan ini dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Kehadiran Belanda di Sumatera Barat untuk menguasai daerah penghasil kopi. Untuk menguasai Sumatra Barat, Belanda memanfaatkan perselisihan antara Kaum Padri (pembaharu agama Islam) dan Kaum Adat.
Pada 1821, Belanda dengan bantuan Kaum Adat memerangi Kaum Paderi. Tuanku Imam Bonjol memimpin pasukan Paderi untuk menghadapi Belanda. Dalam peperangan ini Belanda dapat dikalahkan. Belanda terpaksa mengadakan perjanjian Masang pada 1824. Akan tetapi,perjanjian ini kemudian dilanggar oleh Belanda. Perang pun terjadi lagi. Setelah perang Diponegoro berakhir, Belanda membawa pasukan yang besar ke Sumatra Barat. Wilayah-wilayah di Sumatra Barat mulai dapat dikuasai. Pada 1837, pasukan Belanda dibawah pimpinan Letkol Michels menyerbu Bonjol. Dalam peperangan ini Kaum Padri dapat dikalahkan. Namun Tuanku Imam Bonjol berhasil memoloskan diri. Pada Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol ditangkap. Ia kemudian dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Ia dipindahkan lagi ke Ambon dan akhirnya ke Lotan dekat Manado. Ia meninggal pada 8 November 1864 dan dimakamkan di sana.
d. Pangeran Antasari
Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan terdapat kerajaan yang besar. Daerah ini banyak menghasilkan
rempah-rempah dan intan. Belanda dengan ingin menguasai daerah itu dengan jalan mengadu domba
kerabat keraton.
Setelah Sultan Adam wafat, Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah. Padahal ia tidak disenangi rakyat. Tindakan Belanda di Kesultanan Banjar semakin semena-mena. Pangeran Tamjidillah pun mendapat perlawanan dari Pangeran Hidayat dengan dukungan rakyat. Namun, ia mengalami kegagalan dan ditangkap lalu dibuang ke Cianjur.
Kemudian muncullah Pangeran Antasari yang menolak campur tangan Belanda. Pangeran Antasari memimpin rakyat Banjar melawan Belanda sejak 1859 – 1862. Ia diangkat oleh rakyat Banjar menjadi
sultan. Pasukan Antasari berhasil meledakkan kapal Belanda beserta pasukannya. Perlawanan Antasari terhenti karena sakit. Akhirnya ia meninggal pada 1862.
e. Sisingamangaraja XII
Sisingamangaraja XII menjadi raja sejak umur 18 tahun. Waktu kecilnya bernama Patuan Bosar Ompu Pulo Batu. Ia lahir di Bakkara, Tapanuli 1849. Belanda datang ke Tapanuli secara terang-terang untuk mengusai tanah Batak. Oleh karena itu, Sisingamangaraja XII mengangkat senjata untuk menumpas Belanda.
Pada 1878, pasukan Sisingamangaraja melakukan perlawanan. Mereka menyerang pos-pos pertahanan
Belanda. Penyerangan ini dilakukan secara bergerilya. Serangan ini berhasil mengalahkan Belanda.
Untuk mengatasi keadaan, Belanda menambah kekuatannya. Kemudian Belanda melakukan penyerangan. Daerah pertempuran Sisingamangaraja semakin sempit dan pasukannya semakin berkurang.
Sisingamangaraja XII dipaksa menyerah di tempat persembunyiannya. Akan tetapi, ia menolak. Ia gugur tertembak pada 17 Juni 1907. Ia dimakamkan di Pulau Samosir, Sumatra Utara.
f. Raja Buleleng dan Gusti Ketut Jelantik
Di Bali berlaku hukum adat Tawan Karang. Hukum adat ini menyatakan bahwa setiap kapal asing yang terdampar di perairan Bali akan menjadi milik raja Bali. Hukum ini diterapkan oleh kerajaankerajaan
di Bali seperti, Buleleng, Klungkung, Gianyar, Karangasem, Jembrana, Badung, dan Pemecutan.
Pada 1846, Belanda mendarat di sebelah utara Bali. Daerah ini merupakan daerah kerajaan Buleleng.
Belanda memerintahkan Raja Buleleng untuk segera mengakui kekuasaan Belanda. Hukum Tawan Karang
dihapuskan. Raja Buleleng pun harus memberi perlindungan kepada perdagangan Belanda. Karena ultimatum ditolak raja, terjadilah pertempuran antara Belanda dan rakyat Bali. Raja Buleleng dibantu oleh Patih Gusti Ketut Jelantik. Akan tetapi, pasukan yang dipimpin oleh Gusti Ketut Jelantik akhirnya terdesak dan mundur ke luar Benteng Jagaraga. Benteng tersebut dapat dikuasai oleh Belanda sehingga
Raja Buleleng menyingkir.
Tindakan Belanda yang sewenang-wenang terhadap rakyat menimbulkanperlawanan di berbagai daerah. Beberapa tokoh yang terkenal keberaniannyasebagai berikut.
a. Pattimura
Maluku merupakan kepulauan yang banyak menghasilkan rempah-rempah.Oleh karena itu, Belanda sudah lama ingin menguasai daerah tersebut. Tindakan Belanda di Maluku sangat sewenang-wenang. Mereka sering bertindak kasar dan melakukan pemaksaan dalam penjualan. Belanda juga mengatur harga dengan
kemauannya sendiri. Untuk memperkuat kedudukannya di Maluku, Belanda mendirikan benteng
Duurstede.
Melihat penderitaan rakyat Maluku, Pattimura atau Thomas Matulessi, menjadi tergugah hatinya.
Ia adalah orang Maluku asli yang menjadi tentara Belanda. Ia kemudian menghimpun kekuatan untuk
melawan Belanda. Pada 1817 Pattimura bersama dengan rakyat menyerang Benteng Duurstede. Semua teman Belanda dan residen Van den Berg beserta keluarganya terbunuh. Pertempuran akhirnya meluas ke
berbagai daerah. Dalam pertempuran itu rakyat Maluku berhasil menewaskan Mayor Beeces. Ia adalah pimpinan pasukan Belanda.
Belanda kemudian mencari bantuan ke Ambon dan Batavia sehingga kekuatan menjadi tidak seimbang. Pada pertengahan November 1817 Pattimura dan teman-teman tertangkap. Pada 16 Desember 1817, Pattimura menjalani hukuman gantung di Ambon.
b. Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro adalah putra Hamengku Buwono III. Pada saat tinggal di Tegalrejo, beliau
menyaksikan penderitaan rakyat. Belanda bertindak kejam kepada rakyat. Pangeran Diponegoro membenci
segala tindakan yang dilakukan Belanda tersebut. Timbullah perlawanan yang dikenal sebagai perang
Diponegoro.
Hal lain yang menjadi pemicu perang Diponegoro adalah patok dalam membuat jalan menuju Magelang.
Patok itu melewati makam leluhur Pangeran Diponegoro yang dilakukan tanpa perundingan dahulu. Oleh karena itu, Pangeran Diponegoro melarang pemasangan patok dan mempertahankan haknya. Residen Smissaert mengetahui hal itu. Ia menganggap hal itu sebagai tindakan pembangkangan.
Pada 20 Juli 1825, Pangeran Diponegoro beserta pengikutnya melawan Belanda. Mereka berjuang dengan taktik perang gerilya. Markas Diponegoro berpindahpindah, yaitu di Selarong, Pleret, Dekso, dan Pengasih. Pangeran Diponegoro pada mulanya dapat menguasai sebagian besar Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur.
Untuk mengalahkan Pangeran Diponegoro, Belanda menggunakan tipu muslihat. Pada 1827 Belanda menugaskan Jenderal Marcus de Kock untuk menumpas pasukan Diponegoro. Pangeran Diponegoro diundang untuk berunding di Magelang. Dalam perundingan itu, ia tiba-tiba ditangkap dan diasingkan ke
Manado. Kemudian dipindahkan ke Makassar sampai wafat pada 8 Januari 1855.
c. Imam Bonjol
Perlawanan terhadap Belanda juga berlangsung di Sumatera Barat. Perlawanan ini dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Kehadiran Belanda di Sumatera Barat untuk menguasai daerah penghasil kopi. Untuk menguasai Sumatra Barat, Belanda memanfaatkan perselisihan antara Kaum Padri (pembaharu agama Islam) dan Kaum Adat.
Pada 1821, Belanda dengan bantuan Kaum Adat memerangi Kaum Paderi. Tuanku Imam Bonjol memimpin pasukan Paderi untuk menghadapi Belanda. Dalam peperangan ini Belanda dapat dikalahkan. Belanda terpaksa mengadakan perjanjian Masang pada 1824. Akan tetapi,perjanjian ini kemudian dilanggar oleh Belanda. Perang pun terjadi lagi. Setelah perang Diponegoro berakhir, Belanda membawa pasukan yang besar ke Sumatra Barat. Wilayah-wilayah di Sumatra Barat mulai dapat dikuasai. Pada 1837, pasukan Belanda dibawah pimpinan Letkol Michels menyerbu Bonjol. Dalam peperangan ini Kaum Padri dapat dikalahkan. Namun Tuanku Imam Bonjol berhasil memoloskan diri. Pada Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol ditangkap. Ia kemudian dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Ia dipindahkan lagi ke Ambon dan akhirnya ke Lotan dekat Manado. Ia meninggal pada 8 November 1864 dan dimakamkan di sana.
d. Pangeran Antasari
Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan terdapat kerajaan yang besar. Daerah ini banyak menghasilkan
rempah-rempah dan intan. Belanda dengan ingin menguasai daerah itu dengan jalan mengadu domba
kerabat keraton.
Setelah Sultan Adam wafat, Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah. Padahal ia tidak disenangi rakyat. Tindakan Belanda di Kesultanan Banjar semakin semena-mena. Pangeran Tamjidillah pun mendapat perlawanan dari Pangeran Hidayat dengan dukungan rakyat. Namun, ia mengalami kegagalan dan ditangkap lalu dibuang ke Cianjur.
Kemudian muncullah Pangeran Antasari yang menolak campur tangan Belanda. Pangeran Antasari memimpin rakyat Banjar melawan Belanda sejak 1859 – 1862. Ia diangkat oleh rakyat Banjar menjadi
sultan. Pasukan Antasari berhasil meledakkan kapal Belanda beserta pasukannya. Perlawanan Antasari terhenti karena sakit. Akhirnya ia meninggal pada 1862.
e. Sisingamangaraja XII
Sisingamangaraja XII menjadi raja sejak umur 18 tahun. Waktu kecilnya bernama Patuan Bosar Ompu Pulo Batu. Ia lahir di Bakkara, Tapanuli 1849. Belanda datang ke Tapanuli secara terang-terang untuk mengusai tanah Batak. Oleh karena itu, Sisingamangaraja XII mengangkat senjata untuk menumpas Belanda.
Pada 1878, pasukan Sisingamangaraja melakukan perlawanan. Mereka menyerang pos-pos pertahanan
Belanda. Penyerangan ini dilakukan secara bergerilya. Serangan ini berhasil mengalahkan Belanda.
Untuk mengatasi keadaan, Belanda menambah kekuatannya. Kemudian Belanda melakukan penyerangan. Daerah pertempuran Sisingamangaraja semakin sempit dan pasukannya semakin berkurang.
Sisingamangaraja XII dipaksa menyerah di tempat persembunyiannya. Akan tetapi, ia menolak. Ia gugur tertembak pada 17 Juni 1907. Ia dimakamkan di Pulau Samosir, Sumatra Utara.
f. Raja Buleleng dan Gusti Ketut Jelantik
Di Bali berlaku hukum adat Tawan Karang. Hukum adat ini menyatakan bahwa setiap kapal asing yang terdampar di perairan Bali akan menjadi milik raja Bali. Hukum ini diterapkan oleh kerajaankerajaan
di Bali seperti, Buleleng, Klungkung, Gianyar, Karangasem, Jembrana, Badung, dan Pemecutan.
Pada 1846, Belanda mendarat di sebelah utara Bali. Daerah ini merupakan daerah kerajaan Buleleng.
Belanda memerintahkan Raja Buleleng untuk segera mengakui kekuasaan Belanda. Hukum Tawan Karang
dihapuskan. Raja Buleleng pun harus memberi perlindungan kepada perdagangan Belanda. Karena ultimatum ditolak raja, terjadilah pertempuran antara Belanda dan rakyat Bali. Raja Buleleng dibantu oleh Patih Gusti Ketut Jelantik. Akan tetapi, pasukan yang dipimpin oleh Gusti Ketut Jelantik akhirnya terdesak dan mundur ke luar Benteng Jagaraga. Benteng tersebut dapat dikuasai oleh Belanda sehingga
Raja Buleleng menyingkir.
+ komentar + 2 komentar
Selamat Belajar.
http://damaruta.blogspot.com/2014/09/perjuangan-melawan-penjajah-belanda.html
terima kasih. ijin copas
Posting Komentar